Pemprov Dukung Kemudahan Investasi dan Ekspor di Lampung

Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi Lampung berupaya untuk memberikan dukungan kemudahan investasi dan ekspor di Lampung. Persoalan-persoalan yang terkadang muncul juga dibahas untuk dicari solusinya.

Berdasarkan Data Pusat Statistik Provinsi Lampung, nilai ekspor Provinsi Lampung pada Februari 2021 mencapai US$287,31 juta, mengalami penurunan sebesar US$22,16 juta atau turun 7,16 persen dibandingkan ekspor Januari 2021 yang tercatat US$309,46 juta. Nilai ekspor Februari 2021 ini jika dibandingkan dengan Februari 2020 yang tercatat US$250,44 juta, mengalami peningkatan sebesar US$36,87 juta atau naik 14,72 persen.

Sepuluh golongan barang utama ekspor Provinsi Lampung pada Februari 2021 adalah lemak dan minyak hewan/nabati; kopi, teh, rempah-rempah; ampas/sisa industri makanan; olahan dari buah-buahan/sayuran; karet dan barang dari karet; batu bara; ikan dan udang; hasil penggilingan; daging dan ikan olahan; dan bubur kayu/pulp.

Negara utama tujuan ekspor Provinsi Lampung pada Februari 2021 adalah Amerika Serikat US$58,48 juta; Tiongkok US$40,19 juta; Belanda US$35,68 juta; Pakistan US$27,87 juta; Italia US$16,25 juta; Selandia Baru US$16,03 juta; Spanyol US$10,26 juta; Philipina US$9,48 juta; Korea Selatan US$9,09 juta; dan Togo US$8,46 juta. Peranan kesepuluh negara tersebut mencapai 80,67 persen.

Gubernur Lampung, Arinal Djunaidi mengatakan pihaknya siap memperjuangkan sejumlah masalah terkait ekspor Lampung. Salah satunya perbedaan bea masuk ekspor ke beberapa negara. Arinal juga akan melaporkan kepada Pemerintah Pusat terkait beberapa poin pembahasan tersebut sebagai upaya dalam memberikan dukungan kemudahan investasi dan ekspor Lampung.

“Beberapa poin tersebut merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Untuk itu, kami akan membuat kajian dan melaporkan kepada Pemerintah Pusat sebagai upaya dalam meningkatkan ekspor,” kata Arinal saat memimpin Rapat Pembahasan Dukungan Kemudahan Investasi dan Ekspor Lampung di Mahan Agung, Bandar Lampung, Kamis, 15 April 2021.

Kemudian, persoalan mengenai masalah belum terselesaikannya perundingan dengan tujuan ekspor baru untuk buah segar dan kebijakan dilakukannya impor terhadap produk-produk yang mengakibatkan kerugian bagi petani atau produsen lokal. Ia mengajak pengusaha untuk bersama-sama mendukung upaya peningkatan ekspor Lampung.

Sementara itu, Government Relations and External Affair Director PT. Great Giant Pineapple (GGP) Welly Soegiono, mengatakan bahwa penetapan bea masuk impor merupakan kebijakan masing-masing Negara. Namun, yang menjadi persoalan adanya perbedaan tarif bea masuk di Negara ekspor tujuan, seperti Indonesia melakukan ekspor buah salad ke Korea Selatan terkena bea masuk 40 persen sedangkan dari Negara Vietnam hanya terkena bea masuk 22,5 persen. Kemudian, Indonesia dengan tujuan Pakistan terkena bea masuk 20 persen, sedangkan Malaysia ke Pakistan bea masuknya 0 persen.

“Ini merupakan bentuk diskriminasi. Apabila masalah ini dapat selesai, ekspor pasti akan meningkat. Tentunya untuk menyelesaikan permasalahan ini diperlukan perundingan,” ujar Welly.

Ia mendukung upaya kemudahan ekspor Lampung yang hingga saat ini masih belum terselesaikan perundingan. Salah satunya  ekspor baru untuk buah segar. Ia berharap pemerintah daerah dapat memberikan dukungan sebagai upaya untuk meningkatkan ekspor di Provinsi Lampung.

“Rencana kami akan melakukan ekspor komoditas nanas segar ke China, namun hingga saat ini masih dalam proses perundingan. Apabila hal ini dapat terbuka, maka ekspor Lampung akan sangat meningkat,” jelasnya. (Adv/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *