Tulang Bawang Barat (Tubaba) –DPRD Provinsi Lampung menyoroti serius dugaan beroperasinya perusahaan pengolahan kayu PT Gajahmada Kayu Perkasa (PT GMKP/GKP) di Kecamatan Pagar Dewa, Kabupaten Tulang Bawang Barat, yang diketahui beroperasi tanpa izin resmi.
Wakil Ketua II Komisi II DPRD Provinsi Lampung, Ismet Roni, S.H., M.H., mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tubaba untuk segera bertindak tegas terhadap pelanggaran tersebut. Menurutnya, keberadaan perusahaan tanpa izin merupakan bentuk pelanggaran hukum yang tidak boleh dibiarkan.
“Mestinya mereka harus mengurus perizinannya agar usaha itu berjalan baik. Kita tidak menolak investasi, tapi semua harus melalui prosedur yang benar,” tegas Ismet kepada media, Selasa (11/11/2025).
Ismet menambahkan, investasi memang penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Namun, investasi yang dijalankan tanpa izin justru dapat menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan mencederai kepercayaan publik terhadap pemerintah.
“Kita senang kalau ada yang mau berinvestasi di daerah ini, tapi harus sehat dan memiliki izin lengkap, serta wajib mempekerjakan tenaga kerja lokal sesuai aturan,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar tersebut juga mengingatkan agar Pemkab Tubaba tidak tutup mata dan segera mengambil langkah konkret dalam menertibkan perusahaan-perusahaan yang melanggar aturan.
“Pemkab harus segera menindaklanjuti dan melakukan inventarisasi ulang seluruh perusahaan di Tubaba. Jangan-jangan masih banyak yang izinnya belum lengkap. Kalau ini dibiarkan, akan jadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan dunia investasi di daerah,” tandas Ismet.
Sebelumnya, PT GMKP diketahui memproduksi wood chip (serpihan kayu) dan sawn timber (kayu gergajian) yang dipasok ke sejumlah pihak, termasuk PLTU dan beberapa perusahaan industri lainnya.
Menurut keterangan Taufik Hidayat, orang kepercayaan pemilik perusahaan, PT GMKP baru memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan belum mengantongi izin lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
“Perusahaan ini sudah beroperasi sekitar delapan bulan. Kalau soal izin, baru sebatas NIB, belum ada surat-surat lainnya. Saya sudah sering mengingatkan pemilik perusahaan, Ko Brian, agar segera mengurus izin karena itu memang melanggar hukum,” jelas Taufik saat ditemui di lokasi, Senin (10/11/2025).
Ia menambahkan, perusahaan tersebut berdiri di atas lahan sekitar tiga perempat hektare dengan kapasitas produksi 25–30 ton per hari. Meski demikian, seluruh pekerja belum terdaftar dalam program BPJS Ketenagakerjaan maupun perlindungan jaminan sosial lainnya.
“Untuk karyawan tetap digaji sekitar Rp2,5 juta per bulan, sementara pekerja lepas dibayar berdasarkan hasil produksi atau tonase,” ungkapnya.
Publik kini menantikan langkah nyata dari Pemkab Tubaba untuk menegakkan aturan dan menertibkan perusahaan-perusahaan yang belum memenuhi kewajiban perizinan. DPRD Provinsi Lampung menegaskan komitmennya untuk mengawal persoalan ini, agar seluruh kegiatan investasi di daerah berjalan sesuai koridor hukum dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat. (Red/Adv)
