Bandar Lampung – Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi Lampung menegaskan bahwa setiap langkah reformasi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan kebijakan di sektor pendidikan harus tetap berpihak pada kepentingan publik serta menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Hal tersebut disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi Demokrat DPRD Lampung, Angga Satria Pratama, dalam Rapat Paripurna pembahasan tiga Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) prakarsa Pemerintah Provinsi Lampung, yang digelar di Gedung DPRD Provinsi Lampung, Kamis (9/10/2025).
Tiga Raperda tersebut mencakup perubahan bentuk hukum Bank Lampung dan PT Wahana Raharja, serta pencabutan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2014 tentang Wajib Belajar 12 Tahun.
Angga Satria Pratama, yang juga Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Lampung, menyampaikan bahwa kebijakan perubahan bentuk hukum BUMD perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak mengurangi fungsi pelayanan publik dan tanggung jawab sosial pemerintah daerah.
“Terkait pencabutan Perda Wajib Belajar 12 Tahun, perlu alasan kuat dan kebijakan alternatif yang memastikan tidak ada penurunan akses dan kualitas pendidikan menengah bagi masyarakat,” tegas Angga.
Menurutnya, Fraksi Demokrat memahami bahwa perubahan bentuk hukum Bank Lampung menjadi Perseroan Terbatas (PT) bertujuan memperkuat daya saing, tata kelola, dan perluasan sumber permodalan. Namun, ia menekankan pentingnya pemerintah daerah mempertahankan kepemilikan saham minimal 51 persen sebagai bentuk kendali strategis terhadap BUMD tersebut.
“Risiko berkurangnya kontrol publik bisa terjadi jika kepemilikan saham pemerintah menurun. Karena itu, kami mendorong agar pemerintah daerah tetap menjadi pemegang saham mayoritas,” ujarnya.
Fraksi Demokrat juga menegaskan agar Bank Lampung tidak hanya berorientasi pada keuntungan, tetapi tetap menjalankan fungsi sosial dengan memberikan akses pembiayaan yang adil bagi masyarakat kecil dan pelaku UMKM.
Sementara itu, terkait perubahan status hukum PT Wahana Raharja, Fraksi Demokrat meminta agar proses tersebut dilakukan dengan transparansi, kepatuhan hukum, dan memperhatikan dampak sosial.
“Perubahan status badan hukum harus memperhatikan aspek legalitas, dampak sosial, dan prinsip keberlanjutan. PT Wahana Raharja perlu tetap berorientasi pada ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat,” jelas Angga.
Dalam hal pendidikan, Fraksi Demokrat menyatakan keprihatinan atas rencana pencabutan Perda Wajib Belajar 12 Tahun, mengingat pendidikan merupakan hak dasar warga negara dan investasi jangka panjang bagi kemajuan daerah.
“Jika alasan pencabutan karena penyesuaian regulasi nasional, maka Pemprov Lampung harus segera menyiapkan regulasi pengganti yang menjamin keberlanjutan program wajib belajar 12 tahun,” kata Angga.
Fraksi Demokrat juga mendesak pemerintah daerah menyusun rencana transisi yang menjamin tidak ada penurunan akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu, serta menjadikan RPJMD 2025–2029 sebagai pedoman utama dalam kebijakan pembangunan yang berkeadilan dan berkelanjutan.
Sebagai penutup, Fraksi Demokrat menekankan bahwa seluruh proses perubahan hukum, restrukturisasi kelembagaan, dan reformasi BUMD harus berlandaskan pada transparansi, pelayanan publik, serta mendukung kinerja pembangunan daerah di bidang ekonomi, pendidikan, dan tata kelola pemerintahan.
“Kami berharap tiga Raperda ini dapat disempurnakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, menjunjung keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan rakyat Lampung,” pungkas Angga Satria Pratama. (Red/Adv)