Fenomena Insfratruktur Jalan Rusak

Penulis : Ir. Hadi Kurniadi, S.T., M.T (Anggota DPRD KOTA METRO)

Madani News – Belakangan ini viral di media sosial, media cetak, dan elektronik terkait fenomena jalan rusak di Provinsi Lampung. Baru- baru ini juga viralnya jalan rusak di ibu kota Lampung Timur (Sukadana). Hal ini diviralkan oleh masyarakat dan konten kreator seperti Bang Ta’un yang menyoroti kondisi jalan rusak, sudah terjadi bertahun – tahun di Sukadana . Jauh sebelum ini, konten kreator Bima memviralkan kondisi jalan rusak di ruas jalan provinsi di suatu daerah sehingga menyebabkan bapak presiden sampai turun langsung untuk melihat dari dekat kondisi infrasturktur jalan di Provinsi Lampung. Terbaru dari salah satu selegram Ummu Hani memviralkan salah satu ruas jalan di kabupaten Lampung Selatan. Saat itu dia berpose di dalam lubang berisi air di ruas jalan yang ada di kabupaten Lampung Selatan tersebut. Fenomena jalan rusak sejatinya tidak hanya di miliki oleh daerah yang berstatus kabupaten. Di wilayah perkotaan pun fenomena infrasturktur rusak utamanya jalan pun terjadi di kawasan perkotaan. Dalam skala lokal, kota Metro juga tak luput dari persoalan infrastruktur yang demikian, utamananya infrastuktur jalan beserta bangunan pelengkapnya seperti drainase, talud, dll. Persoalan infrastruktur jalan rusak ini sempat menghiasi lini media sosial masyarakat Kota Metro. Tetapi belum se-ekstrim beberapa daerah yang memviralkan kondisi tersebut. Persoalan ini harus dilihat secara komperhensif dengan perspektif yang luas. Pemangku kepentingan harus lebih tanggap menyikapi persoalan tersebut minimal dari sisi kebijakan anggaran infrastruktur di dalam postur APBD kota Metro. Karena bagaimanapun persoalan jalan rusak di kota Metro ini sangat berkait erat dengan seberapa besar pemerintah kota metro serius mengalokasikan anggaran pada segmentasi infrastruktur jalan di kota Metro.

MANDATORY SPENDING BIDANG INFRASTURKTUR

Mandatory spending terkait infrastruktur daerah sebenarnya sudah diatur di dalam UU APBN atau di dalam Peraturan Pemerintah nomor 12 Tahun 2019 pasal 50 atau didalam amanat Undang Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan antar pemerintah pusat dan pemerintah daerah pasal 147 yang berbunyi Pemda wajib mengalokasikan belanja infrastruktur pelayanan publik minimal 40% dari total belanja APBD di luar belanja bagi hasil dan/atau transfer kepada daerah dan atau desa. Di dalam ketentuan butir E.1.c lampiran peraturan mentri dalam negeri nomor 15 tahun 2023 tentang pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2024 juga telah disebutkan perihal belanja infrastruktur paling rendah 40%. Memang penerapan undang- undang tersebut masih memiliki ruang untuk tidak diterapkan secara langsung, tetapi pemerintah daerah harus dapat menyesuaikan paling lama lima tahun setelah undang-undang ini di sahkan. Artinya pemerintah daerah kota harus dapat mencapai posisi anggaran yang ideal tersebut dengan dilakukan secara bertahap.

TREN BELANJA INFRASTRUKTUR KHUSUSNYA JALAN DI KOTA METRO

Jika dilihat dari tren belanja infrastruktur di kota Metro dari tahun ke tahun dalam kurun waktu tahun anggaran 2021 – 2024 tidak mengalami peningkatan. tren belanja infrastruktur jalan ini menarik jika ingin kita bedah, mengingat PAD kota metro cenderung naik, besaran APBD pun cenderung naik dari tahun ke tahun, tetapi porsi belanja infrastruktur jalan di Metro cenderung stagnan. Di tahun 2022 di dalam APBD belanja infrastruktur jalan dengan realisasi sebesar Rp. 25.113.499.651,76 terbagi ke dalam belanja fisik dan non fisik. Sedangkan di tahun 2023 belanja infrastruktur jalan realisasinya hanya sebesar Rp. 29.130.239.932,00 terbagi ke dalam belanja fisik dan non fisik. Di tahun 2024 porsi belanja infrastruktur Jalan, Jaringan dan Irigasi sebesar Rp. 36.681.968.780,00 terbagi ke dalam belanja fisik dan non fisik. Dari data tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa pemerintah kota Metro belum meberikan porsi yang cukup terkait belanja infrastruktur wabil khusus infrastruktur jalan. Kesimpulan ini sangat berdasar, dari data- data yang di sajikan di atas nampaknya pemerintah kota belum memperhatikan secara serius persoalan ini, di tengah postur APBD kota Metro yang cederung naik. Sementara beberapa postur anggaran di dalam APBD mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Belanja pegawai mengalami tren peningkatan, belanja kesehatan mengalami tren peningkatan sementara semua belanja di atas telah di atur di dalam amanat undang undang APBN dan Permendagri pengalokasian dan plafond maksimal dan minimal. Hal ini seharusnya menjadi pertimbangan eksekutif di dalam penyusunan anggaran.

MINIMAL SATU SETENGAH MILYAR DI LUAR DANA DAK UNTUK INFRASTRUKTUR JALAN DI SEMUA KELURAHAN

Gagasan menjadikan infrastruktur jalan yang berkualitas dan mantap harus terejawantahkan di dalam bentuk program yang kongkret. Berkaca dari anggaran yang selama ini tersedia, menjadi sangat wajar jika pembenahan infrastruktur jalan tidak dapat maksimal. Pemerintah kota harus lebih serius lagi mengalokasikan anggaran wabil khusus anggaran infrastruktur jalan pada pengganggaran di APBD APBD mendatang. Seperti yang diungkapkan pada mandatory spanding di atas, bahwa pemerintah harus secara bertahap meningkatkan anggaran infrastruktur bahkan sampai pada proporsi 40%. Tentunya hal ini dimaksudkan agar pembangunan tersebut benar-benar dirasakan. Pada setiap periode pemerintahan nampaknya semangat menuju ke arah sana belum benar- benar terlihat di setiap periode penganggaran. Jangankan menambah anggaran secara bertahap yang terjadi malah pengurangan anggaran infrastruktur. Kita bisa bayangkan jika anggaran satu setengah milyar untuk infrastruktur jalan di kelurahan ini dapat terealisasi maka selama lima tahun masalah infrastruktur jalan di kota Metro dapat diatasi. Gagasan infatruktur jalan minimal satu setengah milyar di kelurahan secara merata maka pemerintah kota hanya menganggarkan 33 Milyar setiap tahun di luar anggaran Dana Alokasi Khusus bidang jalan untuk menuntaskan masalah infrastruktur jalan di 22 kelurahan yang ada di kota Metro. Tentu penanganan kerusakan jalan perlu disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di lapangan. Untuk jalan- jalan utama atau jalan poros kota penulis menyarankan untuk dilakukan penerapan rigidtisasi atau betonisasi jalan agar tingkat keawetan jalan dapat bertahan lama. Sementara untuk jalan- jalan lingkungan di setiap gang di kota ini cukup dilakukan dengan perkerasan lentur. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga keawetan jalan agar tidak cepat mengalami kerusakan. Pertanyaan besarnya “Dari mana anggaran tersebut dialokasikan?” Maka jawabannya adalah pemerintah kota harus berani melakukan efisiensi anggaran pada pos-pos yang selama ini melebihi plafond maksimal yang tertuang di dalam permendagri yang telah mengatur hal tersebut. Semisal anggaran belanja pegawai yang setiap tahun menyerap anggaran yang besar, maka pemerintah kota harus berani mengurangi pada kisaran 5-6%. Demikian juga anggaran kesehatan yang tembus sampai 38% tahun di APBD 2024, maka di tahun- tahun mendatang dapat dikurangi hingga 5-8%. Belum lagi pos-pos anggaran lainnya yang dapat di efisiensikan seperti belanja hibah, bansos, belanja pegawai, efisiensi belanja ATK, dll. Artinya dari efisiensi belanja pada sektor-sektor tersebut mengefisiensikan sekitar 10 % atau setara dengan 96 Milyar dari total APBD Kota Metro di tahun 2024 ini.

Siapapun pemimpin ke depan di kota Metro ini, harus berani mengambil gagasan ini agar problem infrastruktur jalan di kota Metro dapat tuntas dalam satu periode kepemimpinan.

Sebagai sebuah kota, Metro harus secepat mungkin keluar dari isu dasar seperti infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan, persampahan/kebersihan, problem sosial, kesejahteraan rakyat. Jangan sampai isu-isu dasar ini selalu menghantui dari periode ke periode suksesi kepemimpinan kota dan dijadikan bahan dagangan setiap musim kampanye politik. Jika masalah dasar infrastruktur ini dapat tuntas, maka isu-isu kota yang lain akan terangkat dan terselesaikan lebih baik. Sudah saatnya Metro naik kelas dalam membangun kota yang unggul agar masyarakatnya ceria. Tabikpun… (*)