Bandar Lampung – Forum Komunikasi Putra-Putri Indonesia Bersatu (FKPPIB) mengingatkan transformasi bisnis yang dijalankan PTPN III Holding dijaga spirit dan ritmenya. Hal itu disampaikan kepada media usai menggelar diskusi terbatas mencermati kinerja BUMN Perkebunan yang sedang “on fire” dengan berbagai aksi korporasi radikal saat ini.
“Sebagai wadah anak-anak karyawan BUMN, kami memandang penting untuk mengingatkan para pemangku kekuasaan di PTPN III Holding untuk menjaga semangat perubahan ini. Jangan seperti era reformasi politik di Negeri ini yang cenderung disalah gunakan. Aksi korporasi yang dilakukan pemegang saham dengan transformasi bisnis sangat tepat dan sudah seharusnya berubah,” kata Tezza Aldiano, Ketua Umum FKPPIB, Jumat (10/5/24) di Bandar Lampung.
Dalam diskusi yang dihadiri beberapa pengurus pusat itu mengemuka desakan agar FKPPIB untuk proaktif ikut mengkritisi setiap gerakan BUMN. Tezza mengatakan, pihaknya merasa ikut bertanggung jawab moral terhadap masa depan perusahaan yang nota bene adalah aset negara.
“Terlepas seperti apa hubungan hirarkisnya, kami punya tanggung jawab moral terhadap masa depan BUMN. Kebetulan anggota kami lebih banyak anak-anak karyawan PTPN, maka wajar jika kami terus mendukung agar PTPN maju dan berkembang. Tentu, kami akan kritis dengan menggunakan cara-cara yang legal dan konstruktif,” kata dia.
Tentang transformasi bisnis yang sedang dijalankan, kata Tezza, FKPPIB memandang langkah PTPN III Holding sudah sangat tepat. Ia menyebut, budaya korporasi yang terbentuk dari interaksi dan pola bisnis di PTPN selama ini belum segaris dengan cita-cita sebagaimana yang dituangkan dalam visi dan misi perusahaan.
Budaya perkebunan sebagaimana yang menjadi slogan dalam menjalankan operasional di lapangan, kata dia, belum tercermin dalam semua level manajemen. Hal itu menjadi penghambat perkembangan dan pertumbuhan perusahaan sehingga kinerja yang ditargetkan tidak tercapai.
“Di PTPN kita kenal istilah budaya planters alias budaya perkebunan. Ini maknanya sangat baik, tetapi implementasinya di PTPN masih sangat kurang, terutama di level manajemen. Sense of crisis-nya nggak jalan. Kita bisa cek dari perilaku di medsos-nya. Jadi, yang terganggu sekarang adalah stabilitas psikis pekerja, terutama di lini lapangan seperti para penyadap karet, pemanen sawit, dan lainnya” kata dia.
Bersamaan proyek sentralisasi entitas dengan menyederhanakan struktur dari 14 PTPN dan beberapa anak perusahaan menjadi tiga Subholding, FKPPIB menyatakan sangat mendukung. Selain karena setiap kebijakan akan memiliki kesamaan hak dan kewajiban di semua wilayah, sentralisasi akan mengurangi pemborosan.
“Selain pemborosan anggaran karena struktur organisasinya terlalu gemuk, juga mengurangi jumlah simpul-simpul korupsi. Sebab, korupsi itu umumnya terjadi pada pos-pos kekuasaan. Dengan dikuranginya pos-pos itu, otomatis kebocoran akan berkurang,” kata Tezza.
Terkait isu aktual soal Santunan Hari Tua (SHT) yang belum dibayarkan oleh beberapa PTPN, Fathul Nur Rahman Ketua FKPPIB Korda Bandung menyatakan ikut prihatin. Namun, ia juga menyatakan maklum dengan permasalahan tersebut karena kondisi perusahaan yang sedang kurang sehat.
“Soal SHT karyawan eks PTPN VIII dan PTPN IX yang belum dibayarkan, kami sudah mendapat informasi detailnya. Kami maklum karena kondisi perusahaan yang kurang sehat. Dan informasinya, secara bertahap hak-hak para pensiunan itu dibayarkan. Kami akan ikuti terus perkembangannya,” kata dia. (Red/Alinda)