Komisi V DPRD Provinsi Lampung Tekankan Pihak Sekolah Transparansi Soal Uang Komite di PPDB

Bandar Lampung – Menjelang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran baru, polemik soal penetapan uang komite di sekolah-sekolah negeri kembali mengemuka dan menjadi soroton. Salah satunya, Anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, Syukron Muchtar.

Kepada media, Sekretaris Fraksi PKS DPRD Provinsi Lampung itu menuturkan bahwa hingga saat ini pembahasan kebijakan tentang uang komite di lingkup Dinas Pendidikan dan Kebudayaan belum selesai.

“Diskusinya masih berjalan, ada FGD yang diinisiasi Dinas Pendidikan bersama praktisi hukum, pendidikan, perwakilan MKKS, hingga komite sekolah. Kami di Komisi V juga dilibatkan,” kata Syukron. Saat ditemui di ruang kerjanya pada Rabu (07/05/2025).

Menurutnya, salah satu poin krusial dari persoalan tersebut adalah angka maksimal uang komite yang sempat dibocorkan sebesar Rp3,5 juta per tahun. Nominal itu, seharusnya hanya acuan tertinggi dan bersifat fleksibel sesuai kemampuan orang tua.

“Masalahnya, di lapangan ada oknum yang menyampaikan seolah-olah itu wajib. Padahal berdasarkan Permendikbud 75 Tahun 2016, sumbangan komite itu harus sukarela. Sekolah tidak boleh memaksa,” tegasnya.

Atas dasar itu, Politis PKS Lampung itu, menyoroti praktik yang kerap terjadi. Karena, selama ini orang tua (wali) kerap dianggap setuju dengan nominal tersebut, hanya karena hadir dalam rapat, atau tidak menyampaikan keberatan.

“Para orang tua (wali) kadang nggak berani ngomong saat hadir di rapat. Jadi, dianggap mampu. Ini problem komunikasi juga,” ungkapnya.

Sehingga, Syukron mendorong. Agar sekolah lebih transparan dalam pengelolaan dana BOS maupun dana komite. Karena, publikasi penggunaan anggaran bisa jadi solusi mencegah kecurigaan dan potensi penyalahgunaan.

“Pentingnya keterbukaan ini, bukan hanya untuk kepentingan publik. Tapi, juga sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan di kemudian hari. Seperti di desa-desa, anggaran dipajang di depan balai desa. Sekolah juga bisa begitu. Transparansi itu nggak masalah kalau memang nggak ada yang disembunyikan,” tegasnya. (Red/Adv)