Bandar Lampung – Waykanan terkenal dengan kabupaten 1001 curug, atau air terjun. Mendengar kalimat itu, tentu tergambar dalam benak bahwa sangat banyak curug di kabupaten yang berada di Provinsi Lampung itu.

Namun apakah curug-curug tersebut sudah terkelola dengan baik?

Sampai sekarang, hal itu masih menjadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah. Baik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Waykanan, maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. Termasuk PR bagi para legislator yang mewakili aspirasi masyarakat dari kabupaten setempat.

Sekretaris Fraksi Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung Darlian Pone menyadari akan hal tersebut.

Sebagai wakil rakyat yang berasal dari daerah pemilihan (Dapil) V, Waykanan dan Lampung Utara, Pone memiliki perhatian lebih terhadap perkembangan pariwisata di daerah setempat.

Kepedulian itu sempat ditunjukkan Pone ketika menggelar sosialisasi peraturan daerah (perda), di Kampung Gunungsari, Kecamatan Rebangtangkas, Kabupaten Waykanan pada 14 Maret 2021.

Selain menyuguhkan materi perihal pentingnya penanggulangan covid-19, dalam sosialisasi perda (sosper) nomor 3 tahun 2020 tentang adaptasi kebiasaan baru itu, Pone juga sempat mengungkapkan keinginannya agar Waykanan bisa benar-benar mengembangkan potensi alamnya.

Khususnya di bidang pariwisata curug. Sebab tidak semua wilayah punya keindahan alam seperti Waykanan.

Pone menyebut, persoalan utama dalam pengembangan wisata curug di Waykanan adalah pembangunan kebudayaan sadar wisata.

“Saya perhartikan, yang pertama harus dibangun adalah budaya menerima pariwisata. Jadi mental sadar wisata masyarakat setempat itu harus kita bangun dulu,” kata Pone pada media, Rabu (17-3-2021).

Sebab jika tidak, wisatawan akan sungkan untuk datang ke curug-curug di Waykanan. Meskipun telah dikelola dengan baik.

“Saya pernah dapat laporan, dan saya datangi sendiri. Ternyata benar, parkirnya itu sembraut. Harganya tinggi, bahkan bisa dua kali diminta bayar parkir. Itukan tidak bagus,” tuturnya.

Maka dalam banyak agenda pertemuan, Pone selalu mengajak warga setempat untuk bisa merubah pola pikirnya.

“Kalau yang bisa saya lakukan saat ini, yang pertama paling tidak berupaya membentuk mental masyarakat tentang pentingnya wisatawan masuk ke daerah kita,” ucapnya.

Jika telah terbangun kelompok-kelompok sadar wisata, menurut Pone itu akan lebih baik.

“Jadi kita bisa memberi wawasan tentang konsep sadar wisata itu. Bahwa masyarakat itu harus bisa menerima jika ingin menjadikan Waykanan tujuan wisata,” jelasnya.

Masih ada masalah lain yang menyumbat berkembangnya pariwisata curug di Waykanan. Yaitu persoalan infrastruktur, contonya jalan.

“Yang sudah terkenal itu diantaranya curug gangsa, curug putri malu, curug kereta, dan masih banyak lagi curug kecil lainnya. Kendalanya jalan menuju sana lewat lokasi pribadi, tanah masyarakat. Akses jalannya masih meilintasi tanah masyarakat,” jelasnya.

Karena masih milik masyarakat secara perorangan, maka pemerintah kabupaten maupun provinsi tidak bisa melakukan pembangunan jalan menuju curug-curug itu.

“Sekarang pun wisatawan bisa melintasi jalan tersebut untuk ke curug-curug itu. Tapi kedepan mau dibangun jalannya oleh pemerintah kan tidak bisa, karena harus dihibahkan dulu ke kabupaten. Itu yang lagi dikomunikasikan sampai saat ini,” terangnya.

Namun kembali ke pernyataan awal, Pone menegaskan bahwa PR utamanya saat ini, jika ingin memajukan pariwisata curug di Waykanan adalah merubah pola pikir masyarakat setempat agar memiliki budaya sadar wisata. (Red/Adv/Rls)