Banten – Pimpinan Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Provinsi Banten turut menyoroti isu rencana pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, yang kini menjadi polemik di tengah masyarakat.
Pembangunan PIK 2 menjadi polemik di tengah masyarakat terutama di Kecamatan Kronjo (Kabupaten Tangerang) dan Kecamatan Tanara (Kabupaten Serang).
GP Ansor Banten menyebutkan bahwa, proyek pembangunan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 bukanlah Proyek Strategis Nasional (PSN), melainkan proyek milik swasta yakni Agung Sedayu Group.
Oleh karena itu, seluruh aspek keberadaanya dan segala aktivitas pembangunan proyeknya harus tunduk, sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Demikian disampaikan oleh Ketua PW GP Ansor Provinsi Banten, Tb Adam Ma’rifat, melalui keterangan resminya, Kamis, 2 Januari 2025.
“Dalam pembebasan tanah/ lahan tidak boleh memaksa atau menggusur/menguruk paksa tanah/ lahan milik masyarakat, melainkan harus membelinya dengan harga pasaran yang wajar dan tidak boleh intimidasi. Jika ada pemaksaan, intimidasi atau membeli murah, maka masyarakat berhak menolak dan melawannya,” ujar Adam.
Menurut Adam, dalam pembangunannya, Agung Sedayu Group harus patuh terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Banten maupun Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang, agar tidak mengambil sempadan pantai karena itu milik negara, milik publik. Minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke darat.
Hal ini berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2016 tentang batas sempadan pantai.
Selain itu, tidak mengambil Sempadan sungai karena itu juga adalah milik negara, milik publik, terpenuhinya proporsi fasos fasum.
Termasuk ketersedian ruang terbuka hijau dan pemakaman, memiliki izin reklamasi serta perizinan-perizinan lainnya, selayaknya developer/pengembang pada umumnya.
“Jika melanggar maka pemerintah/pemerintah daerah harus memberikan sanksi yang tegas, termasuk menghentikan proyek pembangunannya agar tidak merugikan masyarakat dan keberlangsungan lingkungan hidup,” tegas Adam.
Adapun PSN di PIK 2 adalah Tropical Coastland seluas kurang lebih 1.756 hektare, yang lokasinya bersebelahan dengan PIK 2.
Maka, PSN Tropical Coastland ini di luar area proyek pembangunan PIK 2, yang tanahnya adalah milik negara: milik KLH/Perhutani.
Lebih lanjut kata Adam, PSN adalah proyek/ program pemerintah (pusat, pemda, atau BUMN) untuk pertumbuhan dan pemerataan pembangunan, dalam rangka upaya penciptaan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan PSN dilakukan harus sesuai dengan rencana tata ruang, rencana detail tata ruang, perencanaan ruang laut, dan perizinan-perizinan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan.
Akan tetapi, prosesnya mendapat perioritas dan kemudahan, bukan tanpa perizinan dan merusak lingkungan hidup.
Dengan mendudukannya secara jelas dan membedakan di antara keduanya, maka PIK 2 bukanlah PSN, dan PSN bukanlah PIK 2, tetapi lokasinya memang bersebelahan.
Oleh karenanya proyek pembangunan PIK 2 milik Agung Sedayu Group tidak boleh mengklaim sebagai PSN, demi mendapatkan kemudahan-kemudahan dan keistimewaaan dari negara dan aparatnya.
“Inilah sumber masalahnya, yaitu ketidaktransparan dan ketidakterbukaan sejak awal kepada masyarakat, serta situasi ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis demi Proyek Pembangunan PIK-2 milik Agung Sedayu Group,” kata Adam.
“Termasuk kegagalan negara, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk mengambil langkah-langkah tegas membedakannya, mana PSN Tropical Coastland dan mana proyek pembangunan PIK 2 milik Agung Sedayu Group,” sambungnya.
Namun kata Adam, baik PSN Tropical Coastland proyek pemerintah maupun Proyek Pembangunan PIK-2 milik Agung Sedayu Group, keduanya juga harus tetap memberikan solusi komprehensif terkait potensi adanya permasalahan akibat adanya proyek pembangunan.
Di antaranya adalah muncul ketimpangan kawasan, ketimpangan ekonomi, ketimpangan sosial, dan lainya, termasuk juga solusi komprehensif untuk tetap menjaga dan memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat terdampak.
Berdasarkan hal-hal di atas, maka GP Ansor Provinsi Banten dengan ini menyatakan menolak dan akan melawan proyek pembangunan PIK 2 atau proyek pembangunan lainnya.
Sebab, proyek tersebut dinilai akan merugikan dan memiskinkan masyarakat Banten, merusak nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat Banten, serta bentuk-bentuk arogansi intimidatif lainnya.
“GP Ansor Banten juga akan meminta kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, BPN, kepolisian dan kejaksaan, untuk mengambil langkah-langkah tegas sesuai kewenangannya. Termasuk membentuk tin Appresial tanah dam bangunan.
“Ini untuk melindungi masyarakat, menjaga lingkungan hidup: sungai, pantai dan laut, nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat Banten dari proyek pembangunan PIK 2 dan proyek pembangunan lainnya yang merugikan,” imbuh dia.
Tidak hanya penolakan, PW GP Ansor Banten juga akan mengerahkan seluruh kadernya di tingkat kabupaten maupun kota yang terdampak langsung maupun yang tidak.
Hal ini dilakukan untuk aktif mendengar keresahan masyarakat terdampak, mendata, membuat posko pengaduan, menginventarisir permasalahan aktual, hingga memberikan bantuan hukum/ advokasi dan pendampingan hukum. ***