DPRD Lampung Minta Kepastian Status Lahan, Soroti Konflik Tanah 8 Kampung di Dua Kecamatan Lampung Tengah

Lampung Tengah — DPRD Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera memberikan kepastian hukum atas status lahan pertanian yang kini menjadi sumber konflik antara masyarakat dan pihak kehutanan di delapan kampung wilayah Kecamatan Surabaya dan Bandar Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah.

Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Edward Rasyid, menegaskan bahwa sengketa tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena berpotensi memicu konflik horizontal antarwarga. Menurutnya, tumpang tindih antara sertifikat resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan patok kawasan hutan milik Kementerian Kehutanan menjadi sumber utama permasalahan.

“Jangan sampai rakyat diadu domba karena patok dan sertifikat tumpang tindih,” tegas Edward Rasyid di Lampung Tengah, Kamis (9/10/2025).

Edward menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat telah lama menggarap lahan tersebut sebagai sawah produktif. Namun, berdasarkan data dari pihak kehutanan, wilayah itu masih dikategorikan sebagai kawasan hutan. Ironisnya, sebagian lahan tersebut sudah bersertifikat atas nama warga dan bahkan dijadikan sumber penghidupan turun-temurun.

“Kami turun langsung bersama pihak BPN Lampung, bahkan ada anggota DPR RI Komisi IV, Pak Ketut Suhendra. Ternyata patok kawasan hutan justru masuk ke kampung. Padahal tanah itu sudah bersertifikat atas nama masyarakat. Inilah yang menimbulkan tumpang tindih dan rawan konflik,” jelas Edward.

Politisi Fraksi PDI Perjuangan DPRD Lampung itu menambahkan, persoalan semakin rumit karena pihak kehutanan membentuk kelompok tani hutan di lokasi yang telah memiliki pemilik sah berdasarkan sertifikat BPN. Warga yang menolak masuk kelompok tani tersebut bahkan dituding menguasai kawasan hutan.

“Kami khawatir terjadi perebutan lahan hingga menimbulkan gesekan horizontal. Rakyat kita banyak yang awam soal aturan pertanahan, dan sering ditakut-takuti seolah sertifikat mereka tidak sah. Ini yang harus diluruskan,” ujar Edward.

Dalam pertemuan terakhir dengan masyarakat, delapan kepala kampung terdampak hadir dan menyerahkan fotokopi sertifikat tanah warganya kepada Edward untuk diteruskan ke BPN guna memastikan keabsahan dan legalitas kepemilikan.

“Ini dilakukan agar dokumen warga tidak mudah diganggu oleh oknum tertentu,” imbuhnya.

Edward juga mengapresiasi langkah cepat BPN Provinsi Lampung yang turun langsung ke lapangan untuk melakukan verifikasi lapangan sekaligus membantah isu bahwa sertifikat milik warga adalah “sertifikat abal-abal.”

Lebih lanjut, Edward menekankan perlunya sinkronisasi kebijakan lintas lembaga antara ATR/BPN, Kementerian Kehutanan, dan Pemerintah Provinsi Lampung guna memperjelas status lahan di wilayah yang masih memungkinkan untuk dialihfungsikan menjadi kawasan pertanian produktif.

“Kalau memang kawasan itu bisa dilepas atau dialihfungsikan, mestinya pemerintah hadir untuk kepentingan rakyat. Ratusan hektare sawah di Surabaya dan Bandar Surabaya itu sudah jadi sumber penghidupan warga. Jangan sampai mata pencaharian mereka terancam hanya karena perbedaan tafsir status kawasan,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi IV, Ketut Suhendra, disebut tengah menindaklanjuti persoalan ini di tingkat kementerian, sementara DPRD Lampung berkomitmen mengawal dari sisi daerah agar kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat benar-benar terwujud. (Red/Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *