Gerakan “Ayo Kuliah” Dorong Anak Keluarga Miskin Lampung Tembus Perguruan Tinggi

Bandar Lampung – Rendahnya angka lulusan SMA dan SMK di Provinsi Lampung yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi kini mendapat perhatian serius melalui Gerakan Ayo Kuliah (GAK). Program ini menjadi langkah konkret meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi bagi anak-anak dari keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).

Koordinator Wilayah PKH Provinsi Lampung, Slamet Riyadi, menjelaskan bahwa Gerakan Ayo Kuliah secara khusus menyasar anak-anak dari keluarga kurang mampu di kategori desil 1 hingga 4.

“Tahun ini ada 227 anak PKH di Lampung yang berhasil melanjutkan kuliah. Sejak 2017, total sudah 969 anak penerima manfaat yang difasilitasi masuk perguruan tinggi. Setiap tahun jumlahnya terus meningkat,” ujar Slamet di Bandar Lampung, Senin (20/10).

Menurut Slamet, angka partisipasi lulusan SMA dan SMK di Lampung yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi masih tergolong rendah, yakni hanya 22 persen atau sekitar 12 ribu siswa pada 2024. Melalui Gerakan Ayo Kuliah, pihaknya berupaya menutup kesenjangan tersebut dengan pendampingan langsung mulai dari proses pendaftaran, pemilihan kampus, hingga pembimbingan saat kuliah.

“Kami membantu anak-anak PKH menentukan kampus tujuan, memilih jalur masuk, mengurus KIP Kuliah, hingga membekali mereka dengan soft skill dan kepemimpinan. Harapannya mereka tidak hanya kuliah, tapi juga tumbuh menjadi agen perubahan di lingkungannya,” kata Slamet.

Sebagai langkah keberlanjutan, para penerima beasiswa tahun ini dibekali kemampuan mentoring agar bisa menjadi pendamping bagi generasi berikutnya. Dari 227 penerima, sebanyak 35 mahasiswa terpilih telah mendapatkan pembinaan di Masjid Raya Al-Bakrie Bandar Lampung untuk menjadi mentor bagi adik-adik PKH yang akan kuliah tahun depan.

“Dengan pola peer mentoring ini, kami ingin menciptakan efek berantai. Anak PKH yang sukses kuliah akan menjadi inspirasi bagi keluarga lain untuk ikut bangkit,” tambahnya.

Gerakan ini menjadi bukti peran masyarakat sipil (civil society) dalam memperkuat misi pemerintah menekan angka putus sekolah dan meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan relatif tinggi seperti Lampung.

“Ketika satu anak dari keluarga miskin bisa kuliah, maka sesungguhnya satu keluarga sedang menapaki jalan keluar dari kemiskinan,” tutup Slamet. (Red)