Lampung Timur – Hj. Ela Siti Nuryamah, calon Bupati Kabupaten Lampung Timur nomor urut 1, menggelar “Ekpedisi Desa : Belanja Masalah Desa” saat berkampanye di Cafe Robusta Wawai Batanghari, Lampung Timur, Sabtu (28/09/2024). Kampanye dialogis bersama pemilih muda dan masyarakat tersebut menjadi bentuk komitmen pasangan Mbak Ela-Bang Azwar dalam memberikan ruang bagi generasi muda dan masyarakat untuk menyuarakan kepentingannya pembangunan desa dalam kontestasi pilbup di Kabupaten Lampung Timur.
Kampanye dialogis bersama pemilih muda dan masyarakat yang dikemas dalam acara “Ekpedisi Desa : Belanja Masalah Desa” kegiatan ini dilaksanakan pertama sejak masa kampanye dimulai pada 23 September 2024. Sebelumnya Mbak Ela membuat acara dengan nama “Tanya Ela” sudah digelar sebanyak dua kali di Lampung Timur dan kegiatan Tanya Ela sangat berdampak sekali bagi generasi muda dan masyarakat apalagi ada kegiatan tentang isu desa seperti “Ekpedisi Desa : Belanja Masalah Desa” ini adalah kegiatan sangat bermanfaat sekali dalam menggali pengetahuan dalam pembangun desa agar desa di kabupaten lampung timur semakin maju dan MAKMUR (Maju Pembangunan, Aman Investasinya, Kolaboratif Budayanya, Mandiri Kebudayaannya, Unggul SDM dan SDA-nya.
Ela mengatakan, peserta yang mengikuti “Ekpedisi Desa : Belanja Masalah Desa” bisa menanyakan apa pun kepada dirinya. Tidak ada batasan pertanyaan karena pihaknya tidak mengatur sama sekali apa pun yang akan diungkapkan pemilih. Semua pertanyaan dari berbagai tema tentang desa ataupun pendalaman visi dan misi akan dijawab karena mereka berhak menyuarakan kepentingannya kepada calon pemimpin mendatang.
”Saya ingin sampaikan kepada semua bahwa ini adalah komitmen kami sebagai seorang calon bupati untuk berdialog dengan anak-anak muda dan masyarakat serta memberikan ruang kepada anak muda untuk membicarakan hal yang menjadi kepentingannya terutama tentang pembangunan di desanya agar desanya semakin maju dan makmur,” ujarnya.
Dalam paparannya, Mbak Ela menjanjikan akan membangun Sumber Daya Manusia di Kabupaten Lampung Timur semakin naik kelas terutama dalam pembangunan didesa, karna desa maju itu harus ada SDM yang berkualitas serta ada penggerak-penggerak yang siap memajukan desanya seperti contoh gerakan Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) Kota Metro.
Di sisi lain, ia juga menekankan pembangunan manusia di Kabupaten Lampung Timur harus banyak didorong menjadi SDM yang berkualitas dan siap menjadi penggerak-penggerak desa. Sebab, ada ketimpangan pembangunan manusia antara masyarakat di Provinsi Lampung dan Pulau Jawa sehingga ketimpangan ini mesti dikejar agar ada kesetaraan antara masyarakat di Lampung dan Pulau Jawa kedepannya.
”Ketimpangan bukan hanya soal infrastruktur, melainkan juga ketimpangan yang paling mendasar adalah ketimpangan pada pembangunan manusia apalagi tentang pembanguan desa harus banyak melahirkan penggerak-penggerak yang peduli dengan isu desa,” katanya.
Saat sesi dialog selanjutnya, salah satu pemateri, Dharma Setyawan Fonder Payungi Metro, menjelaskan pentingnya menumbuhkan pengetahuan di desa? Bagaimana mengelola pengetahuan menjadi proses penyadaran sampai memunculkan pergerakan dan pengorbanan? Di dalam sebuah masyarakat pedesaan, pengetahuan ditiru dikerjakan dengan praktik-praktik musiman. Ketika budaya pertanian terjadi, antar generasi melakukan hal yang sama karena faktor perilaku (behavior) dan kebiasaan (habit).
Kemajuan pertanian digenerasi selanjutnya lebih banyak bukan karena datangnya sarjana pertanian bertungkus lumus bersama masyarakat melakukan kerja-kerja pengetahuan, tapi karena ada konsep studi tiru, eksperimen pemuda aktif atau pemuda yang pulang dari luar daerah bahkan luar negeri kemudian praktik modernisasi system pertanian. Komunitas adat lebih menarik, mereka mentradisikan pertanian bukan karena mengejar kapital tapi karena menjaga berlangsungnya hubungan manusia, alam dan kebudayaannya.
Di luar tradisi komunitas akademik, tradisi lisan dan praktik adalah cara masyarakat desa mengelola pengetahuan. Seseorang menjadi tukang bangunan, biasanya karena kepepet, kemudian menjadi buruh harian, dan langsung belajar dari tukang lama. Tradisi masyarakat desa dengan profesi apapun, tidak ada tradisi mencatat atau ikut kursus. Dampaknya, lambat terjadi kesadaran berkelompok mengelola pengetahuan berbasis komunitas, meskipun sudah hadir teknologi dan digitalisasi.
Apapun profesinya, tradisi berkumpul, praktik bersama, komitmen berkorban akan menumbuhkan pengetahuan ke banyak orang. Proses panjang inilah yang akan menghasilkan kebudayaan dan kesejahteraan. Pengetahuan bukan hanya milik kaum terpelajar, yang seolah tersimpan rapi dalam kurikulum, laboraturium tertutup, jurnal-jurnal ritual, perpustakaan eksklusif dan segala hal yang membuat pengetahuan tersimpan rapi di ruang akademik.
Pendidikan transformasi berbasis komunitas punya agenda progresif mengkonversi pengetahuan kembali ke tengah masyarakat desa. Tradisi membaca, mencatat, diskusi, aksi, laboraturium desa, studio seni, budaya dokumentasi penting bagi desa. Jadi, mengelola pengetahuan sangat penting dalam ekosystem pemberdayaan, agar desa tumbuh berdaya, pungkas Dharma setyawan. (Red)