Penulis : Dharma Setyawan
Pilkada usai, Pesantren Wirausaha Payungi terus bergerak sebagai bentuk tanggungjawab membangun suasana guyub dan menghadirkan ide-ide baru. Bagi yang merasa dukungannya menang biasa saja, karena perubahan hidup bukan karena walikota baru tapi etos kerja masing-masing warga. Bagi yang calonnya kalah biasa, karena pemilu itu luber (langsung, umum, bebas, rahasia).
Saya dan Pak Haji Tsauban mengajak emak-emak Payungi untuk terus kreatif apa saja hal baru yang bisa dihadirkan tiap minggunya. Payungi selama 2 tahun ini telah membuktikan demokrasi sebenarnya, yaitu kemauan berkorban satu sama lain. Semua warga berdaulat atas dirinya. Demos dan kreatos istilah dari Yunani Kuno itu dipahami sederhana, semua individu warga punya andil dalam menentukan nasib untuk lebih baik. Gotong Royong itulah lah demokrasi setiap hari, bukan 5 tahun sekali ke bilik suara setelah itu tidak peduli dengan perkembangan lingkungan tempat tinggal.
50 an pedagang lebih menyadari semua akan “ringan jika bersama.” Saya berbagi pengalaman 3 hari Rakornas Genpi di Jogja, gelaran hari Minggu ini Pak Tsauban melaporkan ada 46 juta nilai transaksi di Payungi. Alhamdulillah Payungi terus membawa keberkahan bagi lingkungan. Pesantren wirausaha adalah nadi pergerakan perempuan rutin 1 Minggu sekali. Semua sepakat, menata lingkungan lebih hijau, menanam sayuran, mengelola sampah, menyediakan tempat duduk, membersihkan toilet, menambah mural, tempat sampah, semua ini sudah jadi sikap laten. Payungi ke depan harus lebih klasik, hijau dan semakin memberi kenyamanan pada pengunjung menikmati surga kuliner di Minggu pagi. (*)
Salam Payungi ☂️☂️