Penulis : Abdul Rohman Wahid (Pendamping PKH Metro & Ketum Genpi Lampung)
Madani News – Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memiliki tiga poin penting bagi pembangunan Desa, yaitu rekognisi, otorisasi, dan distribusi. Tiga poin ini menjadi pilar bagi Desa untuk mewujudkan pembangunan lintas sektoral, baik sumber daya manusia, budaya, maupun infrastruktur.
Pertama, rekognisi artinya Desa diberikan pengakuan dari negara sebagai bagian teritori yang sah secara hukum. Desa memiliki alat pemerintah yang demokratis dan wewenang untuk melakukan pembangunan secara mandiri. Adanya pengakuan ini memberikan legitimasi bagi Desa untuk melakukan inovasi pembangunan dengan mengoptimalkan kekayaan lokal yang dimilikinya.
Kedua, otorisasi memberikan kebebasan bagi pemerintah Desa untuk melaksanakan pembangunan Desa secara mandiri. Pemerintah Desa yang dikomandoi oleh Kepala Desa menjadi instrumen dari dinamika politik Desa yang memiliki wewenang dan tanggungjawab terhadap keberlanjutan ekosistem Desa. Kepala Desa yang dipilih langsung oleh masyarakat Desa dengan masa jabatan selama enam tahun dan bisa menjabat selama tiga periode memiliki otoritas untuk melaksanakan pembangunan Desa. Adanya kewajiban dan tanggung jawab kepala Desa dan perangkatnya di pemerintahan Desa menandakan bahwa Desa diberikan kebebasan untuk mengakomodir pembangunan yang ada di Desa.
Ketiga, distribusi ditandai dengan adanya Dana Desa yang ditransfer ke Desa. Tercatat, pada tahun 2021 terdapat 72 Triliun Dana Desa didistribusikan ke 74.953 Desa yang tersebar di Indonesia. Adanya Dana Desa memberikan keleluasaan bagi Desa untuk melakukan pembangunan pada berbagai sektor, baik pertanian, perdagangan, infrastruktur, sumber daya manusia maupun pariwisata. Dengan rata-rata setiap Desa menerima 1 Milyar Dana Desa, diharapkan berbagai potensi Desa bisa dioptimalkan manfaatnya, terutama untuk mendongkrak perekonomian dan meningkatkan kompetensi masyarakat Desa.
Inti sari dari UU Desa harus mampu dipahami dan diserap ke dalam setiap pembangunan Desa. Transfer pengetahuan dan pendamping masyarakat menjadi poin selanjutnya yang mesti digerakkan oleh pemerintah Desa. Rekognisi, Otorisasi, dan Distribusi tidak akan bisa kokoh tanpa adanya dua poin tersebut yang menjadi motor penggerak pembangunan Desa. Sehingga pembangunan Desa yang disahkan melalui UU Desa tidak hanya bersifat teknokratik, namun benar-benar aplikatif. Artinya, wacana besar mengenai pembangunan Desa bisa direalisasikan dengan baik dan mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat Desa secara menyeluruh.
Selanjutnya, politik anggaran menjadi instrumen yang tidak kalah penting sebagai bagian upaya pemerintah Desa untuk mengajak masyarakat ikut berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan Desa. Politik anggaran diimplementasikan melalui Musrembang Desa yang mengakomodir kepentingan seluruh masyarakat Desa, di mana akan direalisasikan menggunakan Dana Desa. Politik anggaran sangat penting bagi Desa (dalam hal ini pemerintah Desa sebagai pelaksana) di dalam setiap pembangunan yang dilakukan. Adanya politik anggara yang transparan dan akuntabel akan menekan praktik-praktik KKN dari penyalahgunaan Dana Desa, di mana kerap menjadi batu sandung bagi pembangunan Desa. Tidak sedikit adanya penyalahgunaan Dana Desa mendorong lahirnya elite dan oligarki Desa, dinasti politik, politik rente, dan eksploitasi sumber daya.
Kini, Desa telah menjadi penyokong bagi roda perekonomian nagara. Pemerintah pusat sadar bahwa pembangunan negara harus dimulai dari pinggir (Desa) dengan mengakomodir dan mengoptimalkan potensi-potensi lokal yang ada. Disahkannya UU Desa menjadi landasan penting untuk menggerakkan potensi tersebut, terutama adanya Dana Desa yang digelontorkan setiap tahunnya untuk mendorong pembangunan Desa. Selain itu, otorisasi yang diberikan kepada Desa menjadi simbol bahwa Desa harus mampu mandiri dan terus berinovasi dalam setiap pembangunannya melalui pontensi yang dimilikinya. Artinya, Desa tidak terus-menerus mengikuti pembangunan seperti Kota, sebaliknya ia harus mampu mengangkat kearifan lokalnya sebagai basis pembangunan. (*)