Saat Masjid Jadi Ajang Kisruh, Bukan Tempat untuk Bersujud

Banten, Opini1594 Dilihat

Oleh: Wakil Ketua ICMI Kota Serang, Indra Martha Rusmana

Banten – Kisruh yang terjadi di Masjid Ats Tsaurah Kota Serang saat ini menjadi potret buram pengelolaan masjid yang semestinya menjadi tempat suci, tempat ibadah, dan pemersatu umat. Masjid yang berada di jantung ibu kota Provinsi Banten itu justru kini tercoreng dengan tarik-menarik kepentingan dan ketidakjelasan arah kepengurusan yang mengemuka ke publik.

Awal kisruh berawal dari ketidakterbukaan pengelolaan bazar Ramadan yang semestinya bisa menjadi sumber pemasukan untuk dakwah dan kemaslahatan umat. Namun sayangnya, keuntungan kegiatan tersebut tidak dilaporkan secara transparan kepada jamaah maupun pihak yang berkepentingan. Kejadian ini menjadi sinyal lemahnya tata kelola organisasi yang seharusnya menjunjung tinggi akuntabilitas dan kejujuran.

Kemelut ini bertambah ketika Yayasan yang membawahi masjid menunjuk Deni Rusli sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DKM, namun belum sempat menjalankan tugas, justru muncul Surat Keputusan (SK) dari Wali Kota Serang yang menunjuk Khaeroni sebagai Ketua DKM. Penunjukan ini dianggap tidak sah oleh pihak yayasan, karena yang bersangkutan tidak termasuk dalam sepuluh besar hasil penjaringan calon DKM.

Polemik menjadi semakin kompleks karena yayasan pun telah menyatakan sikap siap jika Masjid Ats Tsaurah tidak lagi menjadi masjid Pemkot Serang. Ini tentu menjadi persoalan serius. Bukan hanya soal administrasi dan legalitas, tapi juga soal marwah masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan umat.

Masjid di Zaman Nabi dan Sahabat

Mari kita menengok bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat mengelola masjid. Dalam sejarah, Masjid Nabawi bukan hanya pusat ibadah, tetapi juga pusat dakwah, pendidikan, musyawarah, bahkan pengambilan keputusan penting umat. Pengelolaannya sangat transparan, amanah, dan melibatkan masyarakat. Tidak ada dominasi kekuasaan atau keputusan sepihak.

Umar bin Khattab, misalnya, dikenal sangat tegas dalam menjaga integritas pengelolaan dana umat, termasuk dana masjid. Transparansi dan akuntabilitas menjadi napas utama dalam setiap langkah kebijakan.

Kritik dan Solusi

Kisruh seperti ini sangat tidak elok terjadi di ruang sakral seperti masjid. Masjid bukan ruang kontestasi politik atau kekuasaan. Adalah keprihatinan besar jika rumah Allah dipakai sebagai tempat perebutan jabatan, bukan pengabdian.

Pemerintah Kota Serang, sebagai pihak yang juga memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan keagamaan, perlu mengambil peran bijak: menjadi penengah, bukan memperkeruh suasana. Proses penunjukan pengurus DKM harus berdasarkan mekanisme yang objektif, terbuka, dan disepakati bersama. SK yang diterbitkan seyogianya mengacu pada hasil musyawarah dan aspirasi jamaah, bukan sekadar penunjukan personal.

Sementara itu, pihak yayasan pun perlu mengedepankan semangat ukhuwah. Tidak perlu memutuskan hubungan sepihak yang justru bisa memperkeruh suasana. Komunikasi dan musyawarah tetap menjadi jalan terbaik dalam menyelesaikan konflik.

Harapan dan Peneguhan

Sebagai Wakil Ketua ICMI Kota Serang, saya mengajak seluruh pihak untuk mengedepankan kepentingan umat. Kita harus mengingat kembali hakikat masjid sebagai tempat suci yang harus bersih dari konflik, perebutan kekuasaan, dan ketertutupan. Masjid harus menjadi ruang kolaborasi, bukan kompetisi.

Sudah saatnya kita mengembalikan spirit masjid sebagai pemersatu, bukan pemecah belah. Pengelolaan masjid harus profesional, akuntabel, dan terbuka untuk semua pihak yang ingin berkontribusi secara tulus demi kemaslahatan umat. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *