Bandar Lampung – Populasi peternak telur di Provinsi Lampung yang mencapai 14 juta pada tahun 2024 membuat Lampung mengalami surplus komoditas telur. Akibatnya, telur asal Lampung dipasok ke Jakarta sebanyak 80–100 ton per hari.
Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Lampung meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan konsumsi telur lokal sehingga komoditas tersebut tidak lagi bergantung pada pasar Jakarta.
Ketua Pinsar Lampung, Jenny Soelistiani, menyampaikan, peningkatan konsumsi dalam daerah menjadi kunci keberlanjutan ekonomi peternak.
“Ada satu contoh di Metro, dengan surat edaran walikota, setiap acara pemerintah disuguhkan penganan berbahan dasar telur. Ini bentuk dukungan nyata,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama DPRD Provinsi Lampung, Rabu (21/5/2025).
Jenny menambahkan, konsumsi lokal yang meningkat akan langsung berdampak pada peningkatan penghasilan peternak. Program makan bergizi gratis dari pemerintah pusat juga disebutnya telah mendorong munculnya banyak peternak telur baru yang berinvestasi di Lampung.
“Kalau dikirim ke luar daerah, harganya cenderung lebih murah dan ditambah ongkos kirim menjadi mahal. Ini tidak ideal untuk keberlanjutan usaha peternak,” tegasnya.
Selain masalah konsumsi dan hilirisasi, Pinsar juga menyoroti fluktuasi ketersediaan jagung sebagai bahan baku utama pakan. Lebih dari separuh peternak masih mencampur sendiri pakan berbasis jagung.
Pinsar meminta pemerintah, termasuk Bulog, dapat memastikan pasokan jagung tersedia langsung bagi peternak, tanpa proses lelang.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Gerindra, Fauzi Heri, mendorong Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung untuk merancang program-program kreatif guna meningkatkan konsumsi telur oleh masyarakat.
“Kita butuh pendekatan inovatif agar masyarakat semakin terbiasa mengonsumsi telur dalam kehidupan sehari-hari,” kata Fauzi.
Lebih jauh, Fauzi juga meminta agar dinas mengkaji pengembangan hilirisasi telur menjadi produk seperti tepung telur yang berorientasi ekspor.
“Tepung telur bisa menjadi komoditas baru yang meningkatkan nilai jual telur Lampung. Ini bisa dikaji dan kita undang investor untuk masuk berinvestasi,” ujarnya.
Menurutnya, produk olahan seperti tepung telur memiliki potensi besar untuk masuk ke pasar internasional sekaligus menjaga harga telur tetap stabil di tingkat peternak.
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung Lili Mawarti menyatakan pihaknya akan mengkaji potensi hilirisasi telur, termasuk pengolahan menjadi telur asin yang dapat dikerjasamakan dengan UMKM.
Produk tersebut dapat dijual di sepanjang jalur menuju Bandara Raden Intan sebagai oleh-oleh khas Lampung.
Sebagai langkah jangka panjang, Pinsar dan DPRD sama-sama mendorong industrialisasi sektor peternakan sebagai upaya menstabilkan harga dan meningkatkan kesejahteraan peternak telur di Lampung. (Red/Adv)